Kritik Esai Puisi Karya Sutardji Calzoum Bachri

 


Kali ini akan mengkritik puisi karya Sutardji Calzoum Bachri . Sutardji Calzoum Bachri adalah penyair Indonesia yang terkenal.  Dengan puisinya yang berjudul "Idul Fitri" 

Lihat


Pedang tobat ini menebas-nebas hati


dari masa lampau yang lalai dan sia


Telah kulaksanakan puasa ramadhanku,


telah kutegakkan shalat malam


telah kuuntaikan wirid tiap malam dan siang


Telah kuhamparkan sajadah


Yang tak hanya nuju Ka’bah


tapi ikhlas mencapai hati dan darah


Dan di malam-malam Lailatul Qadar akupun menunggu


Namun tak bersua Jibril atau malaikat lainnya


Maka aku girang-girangkan hatiku


Aku bilang:


Tardji rindu yang kau wudhukkan setiap malam


Belumlah cukup untuk menggerakkan Dia datang


Namun si bandel Tardji ini sekali merindu


Takkan pernah melupa


Takkan kulupa janji-Nya


Bagi yang merindu insya Allah ka nada mustajab Cinta


Maka walau tak jumpa denganNya


Shalat dan zikir yang telah membasuh jiwaku ini


Semakin mendekatkan aku padaNya


Dan semakin dekat


semakin terasa kesia-siaan pada usia lama yang lalai berlupa


O lihat Tuhan, kini si bekas pemabuk ini


ngebut


di jalan lurus


Jangan Kau depakkan lagi aku ke trotoir


tempat usia lalaiku menenggak arak di warung dunia


Kini biarkan aku meneggak marak CahayaMu


di ujung sisa usia


O usia lalai yang berkepanjangan


Yang menyebabkan aku kini ngebut di jalan lurus


Tuhan jangan Kau depakkan aku lagi ke trotoir


tempat aku dulu menenggak arak di warung dunia


Maka pagi ini


Kukenakan zirah la ilaha illAllah


aku pakai sepatu sirathal mustaqim


aku pun lurus menuju lapangan tempat shalat Id


Aku bawa masjid dalam diriku


Kuhamparkan di lapangan


Kutegakkan shalat


Dan kurayakan kelahiran kembali


di sana


Puisi karya  Sutardji Calzoum Bachri di atas menggunakan bahasa yang sederhana dan sangat mudah dipahami sehingga kita sebagai pembaca tahu arti makna yang tersirat langsung dari puisi tersebut. Dalam puisi tersebut menunjukkan bahwa Idul Fitri atau lebaran telah menjadi 

perayaan yang estetika untuk mengungkapkan religiusitas penulisnya. Penulis seperti terlahir kembali ke hari yang fitrah bak seorang bayi yang baru lahir yang berarti suci. Hal itu dibuktikan pada kutipan puisi sebagai berikut: 


Dan kurayakan kelahiran kembali


di sana


Puisi Sutardji calzoum bachri di atas adalah salah satu puisinya yang menggunakan aliran ekspresionisme, karna puisi ini menceritakan tentang penyesalan seorang manusia yang dulunya banyak melakukan perbuatan di jalan yang salah dan lalai telah menyianyiakan hidupnya dan ingin segera mensucikan diri dengan bertaubat. Terdapat gaya bahasa yang jelas pada puisi yang berjudul "Idul Fitri" yaitu menggunakan gaya bahasa repetisi pada bait pertama. Repetisi yang berarti gaya bahasa yang mengulang sepatah kata beberapa kali dalam kalimat yang berbeda. 


Telah kulaksanakan puasa ramadhanku,


telah kutegakkan shalat malam


telah kuuntaikan wirid tiap malam dan siang


Telah kuhamparkan sajadah


Terdapat juga gaya bahasa personifikasi yang artinya gaya bahasa yang menganggap benda-benda tak bernyawa memiliki kegiatan. Seperti pada kutipan puisi di bawah ini:

Pedang tobat ini menebas-nebas hati


Pada puisi “Idul Fitri” karya Sutardji Calzoum Bachri. Hasil kajian menunjukkan bahwa puisi tersebut menggambarkan nilai-nilai keislaman dengan dimensi sufistik. Puisi itu menggambarkan perenungan eksistensi diri pada Tuhan. Penggambaran itu diperkuat dengan adanya kata-kata cahaya, cinta, salat, zikir, dan taubat dalam puisi tersebut. Kata-kata tersebut dalam istilah takmilah atau tasawuf disebut tafakur dan muhasabah. Dengan melakukan tafakur dan muhasabah, seorang sufi mengharapkan datangnya cahaya Tuhan. Dibuktikan pada larik keenam bait keempat:

“Kini biarkan aku menenggak arak cahayaMu”.


Komentar